Sejak pagi hujan turun terus. Awan kelabu tebal menggumpal di langit Samudra Maelstrom. Lautan bergejolak, kapal The Death Eater terombang ambing seperti gasing di atas piring.
Kapten Arribaath the Front Liner mengertakkan giginya. Tangannya menggenggam kencang kemudi kapal, menahan arah kapal agar tidak terguling ombak.
Di dek bawah, Leo menghentakkan tali kemudi layar terkembang, bertahan melawan angin kencang. Sudah tiga jam dia berkutat disitu, basah kuyup terguyur hujan dan hempasan ombak.
Captain Superdais bolak balik menyauk dan membuang air yang menggenang di dek kapal. Tiba2 dia melompat dan terbang ke ujung dek.
"Guys, kalian lihat itu?!"
Sebuah pusaran angin hitam bergulung cepat, lurus menuju kapal mereka. Kapten Arribaath terperangah. "Astaga, itu the Motherboard Tornado!"
Menurut legenda, Topan Motherbord adalah angin puting beliung terganas di seantero belahan bumi utara. Belum pernah ada yang selamat begitu topan badai itu menerjang lautan.
"Tidaaak!" Seru Captain Superdais, pucat pasi. "Gimana nih nasib kita?"
Deru angin dingin mulai menghantam kapal mereka. Tiang penyangga kapal berderik seolah mau patah. Kapten Arribaath menelan ludah. Sudah terlambat untuk ganti haluan, topan itu sudah terlalu dekat.
"Kapten!" Seru Leo dari bawah. Arribaath menoleh cepat pada sahabatnya. Leo menatapnya tajam. "Aku akan menggunakan jurus Yumsik."
Apa?! Kapten arribaath terperanjat. Jurus Yumsik adalah salah satu jurus sakti perguruan mereka. Dengan sebuah doa, kita dapat menggunakan kekuatan untuk menghentikan hujan. Tapi.. bukankah jurus itu menguras tenaga?
"Superdais, sini!" Panggil Leo. "Gantikan posisiku, jaga agar layar kapal tidak lepas!"
Dengan sigap Captain Superdais mengambil tali temali yang dipegang Leo.
Leo berlari ke tengah dek kapal. Langit sudah gelap. Halilintar sambar menyambar mengelilingi pusaran angin. Ombak hitam menjulang tinggi, membuat tembok yang mengurung mereka.
Dengan tenang, Leo mengangkat tangannya tinggi2, menengadah ke angkasa. Dia membaca doa sambil mengeraskan suaranya, namun masih sayup terdengar dari ruang kemudi, saking besarnya dengungan angin. Seberkas cahaya putih melejit ke angkasa.
Angin lantas mengamuk. Pusarannya terlalu kencang. Petir menghantam air di sekeliling kapal. Leo semakin mengencangkan suaranya. Ia tampak kepayahan, tapi berkas sinar putih itu makin membesar, menelan pekatnya awan hitam.
Tiba-tiba...
KRAAK.. DUARR!
Sebilah petir menebas tiang kapal. Tiang besar itu patah, jatuh menghujam ke arah Leo.
"LEOOOOOOOOOO!"
Kapten Arribaath lompat meninggalkan kemudi. Superdais bereaksi lebih cepat. Ia terbang dan mendorong Leo. Mereka berdua terempas di lantai, terhimpit sebagian ujung tiang. Kapten Arribaath berlutut, menarik kedua temannya.
Superdais mengerang. "Uhh.. hampir saja!"
"Leo! Leo, kamu baik2 saja?" Arribaath mengguncang pelan Pangeran Leo. Badan Leo sangat dingin. Matanya tertutup, pelipis kirinya terluka. Denyut nadi nya lemah. "Leo!!!"
Leo tersentak, matanya perlahan membuka. Keningnya berkerut, seolah tidak dapat melihat dengan jelas.
"Kapten... ?"
Kapten Arribaath terisak lega. "Leo... Leo, kamu berhasil. Lihatlah, hujan sudah reda."
Benar saja. Langit tampak putih bersih, berkilau oleh embun sisa-sisa badai. Matahari merekah lembut, menyinari dek kapal mereka dengan hangat.
"Syukurlah.." Leo tersenyum, matanya perlahan kembali menutup. "Kita selamat.."
Leo... dia butuh pertolongan. Kapten Arribaath memanggil Superdais.
"Tolong antarkan Leo ke markas. Dia butuh penanganan medis secepatnya."
"Baik, kapten! Aku akan menjaganya," kata Superdais. Dia menggendong Leo dan terbang meninggalkan Arribaath.
Kapten Arribaath tercenung memandangi dek kapal yang porak poranda. Siang itu Samudra Maelstrom kembali tenang, tapi ia kehilangan sahabat-sahabatnya.
Semoga cepat sembuh, Leo.. supaya kita bisa berlayar bersama lagi.
Suasana rumah makan khusus bajak laut pada siang itu cukup ramai. Seorang pelayan sedang mencatat pesanan dua pemuda bajak laut.
"Kalian ikut sayembara nya Puteri Isabella, kan?" tanya pelayan berambut merah itu. "Sejak semalam pada kontestan sudah berangkat ke The Withering Deep. Kenapa kalian belum berangkat?"
JackDev menggelengkan kepalanya. "Itu bukan urusanmu. Tolong ambilkan saja pesanan makanan kami."
Pelayan itu mengedikkan bahunya dan pergi ke dapur.
JackDev kembali memandangi rekan sekapalnya, TDR Boat.
"Jadi keputusanmu sudah bulat?" tanya JackDev.
TDR Boat masih sibuk menatap ke dalam gelas yang dipegangnya. Ia lalu menarik napas panjang dan mengangguk.
"Iya, aku akan keluar dari misi ini," ujarnya pelan tapi mantap. "Maafkan aku, kawan. Kurasa aku sudah membuat kesalahan, pekerjaan bajak laut ini tidak cocok buatku. Aku tidak mau membebani kamu, jadi aku memutuskan untuk keluar saja."
JackDev menghela napas. Pirate Sya-Q sudah datang beberapa hari yang lalu. Tapi setelah kapal berlabuh di The Old Smithy dan mengerjakan tugasnya di dek kapal, pemuda itu menghilang di tengah kerumunan pasar. Tampaknya kali ini ia harus berlayar sendiri. Tapi.. kata orang Samudra Maelstrom itu tempat yang ganas. Bisakah ia mengerjakan semuanya sendiri?
"Baiklah, aku tidak ingin kamu pergi, tapi aku juga tidak bisa mencegahmu," kata JackDev.
Mereka makan siang bersama dan kemudian TDR Boat pamit meninggalkannya. JackDev masih merenungi nasibnya ketika pelayan berambut merah itu datang dengan secarik kertas.
"Ada pesan buatmu," kata pelayan itu sambil menyerahkan kertas.
JackDev mengangkat alis dan membaca surat itu.
"Kak, aku mau ikut berlayar denganmu. Tunggu aku. == William Kidd the Pirate =="
Oh.. adik laki-lakinya mau ikut berlayar? JackDev tersenyum tipis. Di satu sisi dia senang karena ada teman untuk berlayar. Di sisi lain, misi ini tampaknya berbahaya.. dan dia harus menjaga adiknya sebaik mungkin. Ah, ya sudahlah... kita coba saja.
JackDev melipat surat itu dan memesan makanan untuk adiknya.
Sudah 15 menit Jacqotte bolak-balik di anjungan kapal The Pirate Girls. Blue Fire lama-lama terganggu juga.
"Kapten, diem sebentar kenapa sih? Dari tadi bolak-balik melulu," tukas Blue Fire. Ia sedang memperbaiki rajutan button di layar kapal mereka.
"Huuh... habisnya anak buahku kabur semua! Mana nih si Cute Bunny Pirate sama Marsmellow Mozara?!" seru Jacquotte kesal.
"Kalau Cute Bunny aku ngga tau," kata Blue Fire. "Kalau Marsmellow tadi dia keluar turun ke penginapan. Katanya dia mau cari angin segar dulu, soalnya cape benerin mesin kapal ngga bisa2.. aku sih mau bantuin, tapi ngga tau gimana caranya."
"Ooh.. ya sudah, kalau gitu aku juga mau turun kapal, mau cari Cute Bunny Pirate dulu," kata Jacquotte.
Sementara itu, Marsmellow Mozara sedang duduk di lobby penginapan Birkstadd Inn. Di tangan kanannya ada sebuah gelas berisi minuman dingin berwarna biru muda, dengan taburan marshmellow pink dan putih di atasnya. Dengan sekali teguk minuman itu habis, tapi raut wajah Marsmellow masih keruh. Dia memandangi buku di tangan kirinya.
"Argh, gimana sih caranya??!" seru Marsmellow kesal.
Tiba-tiba seseorang berpakaian hitam-hitam duduk di sofa di depannya.
"Kamu kenapa?" tanya orang itu sambil meluruskan kacamata hitamnya. Marsmellow tersentak. Orang ini kan... Gingerbread dari grup bajak laut The Kitten Dream?!
Marsmellow mengedikkan bahunya. "Ngga kok, aku cuma lagi pusing nih.. masalah mesin kapal."
"Oh... aku ahli mesin lho," kata Gingerbread. "Mau aku bantu?"
"Umm.. tapi kamu kan saingan grup kami," ujar Marsmellow.
Gingerbread tertawa kecil. "Nggak masalah buatku. Tapi terserah kamu aja sih..."
Melihat Gingerbread sudah mau beranjak pergi, Marsmellow langsung memanggilnya. "Oke, oke.. tolong bantu aku. Dari kemaren aku otak-atik ini ngga bisa-bisa," Marsmellow menunjukkan coretan spesifikasi mesin di buku kerjanya.
Gingerbread memperhatikan gambar itu dengan seksama. "Aha, aku tahu masalahnya dimana. Begini caranya..."
Sore itu The Wrapper menyusuri Sungai Sinli dengan kapal The Kitten Dream. Sama seperti pantai di The Old Smithy, sungai ini juga kotor oleh sampah plastik. The Wrapper geleng2 kepala dan menarik sampah-sampah itu dengan kekuatannya. Sebersit sinar merah membuat bola plastik itu menjadi padat. The Wrapper lantas menyimpannya untuk persediaan meriam kapal mereka.
Hari sudah menjelang malam ketika sebuah cahaya silau muncul dari dalam salah satu kabin kapal. The Wrapper melongok ke kabin.
"Hi bro," sapa Warrior of Light. "Sori aku agak telat. Kayaknya gara-gara sinyalnya kurang cepat dari kecepatan cahaya makanya pesan kapten baru aku terima."
The Wrapper memutar satu bola matanya. "Yeah, yeah.. kapten Gingerbread hampir kebakaran jenggot karena nyariin kamu tuh.."
"Hah.." Warrior of Light mengerjapkan matanya. "Sejak kapan Gingerbread memelihara jenggot?"
"Hahaha... just kidding, bro," sahut The Wrapper sambil nyengir-nyengir. "Kapten lagi turun ke penginapan. Kamu disuruh beresin kabin kamu."
Warrior of Light garuk-garuk kepala sambil memperhatikan isi kabinnya. Memang agak kosong sih, tapi kan sudah lumayan rapi. "Emang kabin aku mau diapain lagi?"
The Wrapper menyodorkan sekaleng cat berwarna orange berikut kuasnya. "Kabin kamu ngga matching dengan tema kapal kita, bro. Don't worry, kapten baru balik besok pagi, jadi kita masih punya waktu. Sini aku bantuin ngecat."
Warrior of Light mengangguk-angguk. "Thanks a lot, bro."
KRAAAAK... DUARR!
"Viper, awaas!" Eden Hazartte berteriak dari belakang meriam.
Meriam musuh melayang menuju arah tiang kapal, tempat Captain Viper sedang bekerja. Untungnya Sang Kapten Captain Dillo dengan gesit membelokkan kapal The Black Panther. Meriam tersebut luput dan jatuh ke air.
KRAAAK... DUARR!! RETETETETTT... suara senapan mesin mengikuti bunyi meriam dari kapal The Death Eater.
"Astagaa.. dia mau ngapain sih??!" Seru Captain Viper sambil berkelit, bersembunyi di balik kotak tali layar kapal. Rentetan peluru nyaris mengenainya.
Melihat temannya diserang, Eden Hazartte balas mengirim meriam.
DUARR! DUARR! DUARRR!!!
Sayangnya kapal The Death Eater membuat manuver seperti gasing, sehingga saat ini kapal itu masih berdiri tegar.
"Heiiii, Arribaath the Front Liner!" panggil Eden Hazartte dengan toa yang terpasang di dekat tiang kapal. "Kenapa kamu menyerang kami?!!"
Kapten kapal the Death Eater itu balas berteriak. Namun karena pengeras suara kapalnya rusak, suaranya jadi tidak begitu jelas.
"Dia bilang apa?" tanya Captain Viper.
Eden Hazartte menggeleng. "Ngga tau? Sayup2 kayaknya dia bilang kamu sekarang jadi musuhnya blablabla.."
KRAAK... DUAR!!
BRAK!
Meriam itu mengenai ujung barat kapal the Black Panther. Captain Dillo mengerang.
"Guys! Kalo begini caranya kapal kita bakalan bolong!" Seru Captain Dillo. "PLEASE FIX IT!!"
Eden menyikut Viper. "Emang kamu ada masalah apa sih sama the Death Eater?"
Captain Viper menarik-narik rambutnya. "Itu dia yang aku ngga ngerti. Aku ngga ngapa2in kok!"
"-berhala itu! ... musuhku!!"
Sepintas mereka mendengar teriakan Kapten Arribaath. Eden dan Viper berpandang-pandangan.
"... dude, kamu punya berhala??!" tanya Eden sambil membelalakkan mata.
"What??! Ya enggak lah!" Desis Viper. "Mana mungkin... wait, apa maksudnya patung bola yang aku ambil di Grunstag?!"
Eden menepok jidatnya. "Kamu ngambil patung berhala dari kuil suku Grunstag??"
KRAAK.. DUARRR!!
Badan kapal the Black Panther kembali terguncang. Melihat kapalnya rusak, Captain Dillo jadi marah2. Ia lantas menyuruh kucing2 piaraannya untuk memperbaiki kapal.
"Ugh.." Captain Viper jadi mual2 karena kapal mereka goyang terus. "Itu kan cuma harta karun dari kuil Grunstag, soalnya patung bola itu berlapis emas. Mana aku tahu kalo patung itu jadi berhala yang disembah suku Grunstag??"
KRAAK... DUAR! DUARR! RETETETETETT..
Eden menggeram dan membalas tembakan meriam ke kapal the Death Eater.
BRAK!!
Salah satu meriam Eden mengenai buritan kapal the Death Eater. Baguslah, itu akan memberi aku waktu sebentar, batin Eden.
"Viper, kamu jaga meriam!" seru Eden. Dia berlari ke dalam kabin Viper dan membongkar peti harta karun di dalamnya, lalu menyambar patung bola emas yang dimaksud. Dengan cepat dia kembali ke dek kapal, memanjat tiang layar, lalu melambaikan tangannya ke kapal the Death Eater.
"KAPTEN ARRIBAATH!" panggil Eden. "Ini berhala nya aku buang!!"
Ia lalu melempar benda di tangannya. Patung bola emas itu nyemplung dan tenggelam ke lautan yang gelap.
Sejenak semua terdiam. Kapten Arribaath meneriakkan sesuatu, tapi mereka tidak bisa mendengarnya. Tak lama kapal the Death Eater putar haluan dan menjauhi mereka.
Captain Dillo menyeka keringat di jidatnya.
"Fyuuh... untunglah!" Ia terduduk lemas di belakang kemudi.
Captain Viper juga tergeletak di atas dek. Eden melompat ke bawah sambil tergelak memegangi perutnya. Ia terguling di dekat Viper, yang langsung menyikutnya. Mereka berdua lantas cekikikan di atas dek kapal.
"Ya ampuun... kita hampir mati konyol, bro! Yang kayak gini cukup sekali aja dah.."
BEEP... BEEP... BEEP...
Jam digital intergalaksi yang dipakai Zagra Ux berbunyi. Dia memencet sebuah tombol. Hologram robot androidnya, Xarvis, muncul dihadapan sang bajak laut.
"Lapor, kapten! Semua tugas telah selesai dikerjakan. Total count to do list: 32,189 item. Status: sukses," Xarvis berkata dengan suara datar. "Mohon input perintah selanjutnya."
"Mwahahaha!" Zagra Ux tertawa lepas. "YAS! I'm da winner!!"
Zagra Ux menjentikkan jarinya. Sebuah kursi empuk bergeser dari dekat meja ke samping jendela tempat dia sedang berdiri. Zagra Ux mengempaskan diri ke kursi kebesarannya. Dia menaikkan kaki ke pinggir jendela dan bersandar sambil bersiul-siul senang.
Poseidon, penjaga penginapan temannya Kapten Neptune, telah memberinya petunjuk penting untuk memenangkan misi ini.
"Waktu aku ikut seleksi bajak laut, semua anggota timku orang hebat," kata Poseidon saat itu. "Kapten Robin, anak dari Jenderal Angkatan Laut BlueSky yang jago menemukan jalan pintas di Laut Utara. San-G, koki termuda di restoran bintang lima di pelabuhan utama Tomatoma. Zory, adik kandungnya Zorro, si jago pedang di Laut Timur. Luffi, dia sudah pernah magang pada pedagang besar Besbay."
Poseidon menghela napasnya. "Tapi karena satu dan lain hal, kami tidak pernah bisa ngumpul dan mengerjakan misi bersama. Bahkan waktu Kapten Robin membagi tugas untuk dikerjakan masing-masing, hasilnya jauh dari harapan. Aku hampir putus asa. Kau tahu, aku ini hanya anak nelayan biasa. Bila aku gagal masuk seleksi bajak laut, aku harus kerja rodi untuk saudagar besar yang menindas para nelayan di desaku," Poseidon kemudian menyeringai, "Sampai akhirnya sehari sebelum batas waktu pengumpulan misi, Kapten Robin mendatangi kabinku."
Zagra Ux mengangkat alisnya. "Apa kalian lalu berbuat curang?"
Poseidon tertawa terbahak-bahak. "Tidak, berbuat curang itu bagaikan pasir hisap, kawan. Semakin sering kau melakukannya, semakin dalam kau akan terperosok." Poseidon geleng-geleng kepala. "Waktu itu Kapten Robin bertanya padaku, 'Kau mau jadi bajak laut, Poseidon?'"
"'Tentu saja!' jawabku. Kapten Robin lalu menepuk pundakku. 'Kuharap kau sudah cukup tidur dan makan hari ini, kawan. Karena kita tidak akan makan dan tidur sampai misi ini selesai.'"
Zagra Ux memicingkan matanya. "Bagaimana caranya kalian menyelesaikan misi?"
"Ya kami kerjakan semua yang perlu dikerjakan! Kami cek dari A sampai Z yang diminta di misi ini. Kami nggak lihat lagi apakah itu bagian San-G, atau Zory, atau Luffi. Kalau ada yang belum selesai, Robin dan aku menyelesaikannya. Para penguji seleksi itu tak bertanya siapa yang mengerjakan apa, mereka cuma minta pada tanggal dan jam sekian, pekerjaan kami harus selesai."
"Kalau begitu kau cukup bodoh," komentar Zagra Ux. "Teman2mu ikut menang, padahal mereka tidak kerja! Orang-orang pasti berpikir kalian menang gara2 kehebatan teman2mu, padahal kau yang tidak tidur dan makan seharian!"
"Kawan, umurku tak cukup panjang untuk memikirkan apakah orang lain berhak atau tidak berhak mendapatkan sesuatu," Poseidon mengedikkan bahunya. "Biarlah mereka urus diri masing-masing. Tak usah pusing tentang kata orang. Aku cuma bertanya pada diriku sendiri, aku mau berhasil atau tidak? Aku yang butuh untuk belajar ilmu perbajak-lautan, jadi akulah yang harus rajin hadir dan bertanya, bukan hanya menunggu dipanggil kapten. Waktu itu kami tidak disuruh belajar ilmu menjahit, dan mereka juga tidak mengajarkan kami cara menjahit, tapi karena kami disuruh menyediakan bendera kapal, aku belajar dan praktek menjahit semalaman."
"Ada harga yang harus dibayar untuk kesuksesan, kawan. Idealnya, kau cari awak kapal yang sama2 mau bekerja. Tapi satu hal yang harus tetap kau ingat..." Poseidon bersandar ke depan, membisikkan sesuatu kepada Zagra Ux. "Kau adalah seorang kapten. Pegang erat kemudi kapalmu, jangan biarkan orang lain menenggelamkannya."
Sinar mentari senja menerobos jendela kapal The Furious Destroyerz. Zagra Ux memejamkan matanya sambil tersenyum. Ia tidak tahu apakah perkataan Poseidon benar. Yang jelas percakapan mereka waktu itu membuatnya bangkit kembali. Ia sudah menggulung lengan bajunya dan bekerja siang-malam. Sekarang misi 2 nya sudah selesai.
Heh, kalian semua lihat saja, Zagra Ux terkekeh dalam hati. Aku pasti akan memenangkan misi ini!